Kumpulan Cerita Motivasi

Halaman

Jumat, 04 April 2014

Ada 4 lilin yang menyala, Sedikit demi sedikit habis meleleh.

Suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka

Yang pertama berkata: “Aku adalah Damai.” “Namun manusia tak mampu menjagaku: maka lebih baik aku mematikan diriku saja!” Demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam.

Yang kedua berkata: “Aku adalah Iman.” “Sayang aku tak berguna lagi.” “Manusia tak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.

Dengan sedih giliran Lilin ketiga bicara: “Aku adalah Cinta.” “Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala.” “Manusia tidak lagi memandang dan mengganggapku berguna.” “Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mencintainya, membenci keluarganya.” Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin ketiga.

Tanpa terduga…

Seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan melihat ketiga Lilin telah padam. Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata: “Ekh apa yang terjadi?? Kalian harus tetap menyala, Aku takut akan kegelapan!”

Lalu ia mengangis tersedu-sedu.

Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata:

Jangan takut, Janganlah menangis, selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga Lilin lainnya:

“Akulah HARAPAN.”

Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga Lilin lainnya.

Apa yang tidak pernah mati hanyalah HARAPAN yang ada dalam hati kita….dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat, seperti sang anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali Iman, Damai, Cinta dengan HARAPAN-nya!

Rabu, 21 November 2012

KESEIMBANGAN HIDUP

Dikisahkan, suatu hari ada seorang anak muda yang tengah menanjak karirnya tapi merasa hidupnya tidak bahagia. Istrinya sering mengomel karena merasa keluarga tidak lagi mendapat waktu dan perhatian yang cukup dari si suami. Orang tua dan keluarga besar, bahkan menganggapnya sombong dan tidak lagi peduli kepada keluarga besar. Tuntutan pekerjaan membuatnya kehilangan waktu untuk keluarga, teman-teman lama, bahkan saat merenung bagi dirinya sendiri.
Hingga suatu hari, karena ada masalah, si pemuda harus mendatangi salah seorang petinggi perusahaan di rumahnya. Setibanya di sana, dia sempat terpukau saat melewati taman yang tertata rapi dan begitu indah.
"Hai anak muda. Tunggulah di dalam. Masih ada beberapa hal yang harus Bapak selesaikan," seru tuan rumah. Bukannya masuk, si pemuda menghampiri dan bertanya, "Maaf, Pak. Bagaimana Bapak bisa merawat taman yang begitu indah sambil tetap bekerja dan bisa membuat keputusan-keputusan hebat di perusahaan kita?"

Tanpa mengalihkan perhatian dari pekerjaan yang sedang dikerjakan, si bapak menjawab ramah, "Anak muda, mau lihat keindahan yang lain? Kamu boleh kelilingi rumah ini. Tetapi, sambil berkeliling, bawalah mangkok susu ini. Jangan tumpah ya. Setelah itu kembalilah kemari".
Dengan sedikit heran, namun senang hati, diikutinya perintah itu. Tak lama kemudian, dia kembali dengan lega karena mangkok susu tidak tumpah sedikit pun. Si bapak bertanya, "Anak muda. Kamu sudah lihat koleksi batu-batuanku? Atau bertemu dengan burung kesayanganku?"
Sambil tersipu malu, si pemuda menjawab, "Maaf Pak, saya belum melihat apa pun karena konsentrasi saya pada mangkok susu ini. Baiklah, saya akan pergi melihatnya."
Saat kembali lagi dari mengelilingi rumah, dengan nada gembira dan kagum dia berkata, "Rumah Bapak sungguh indah sekali, asri, dan nyaman." tanpa diminta, dia menceritakan apa saja yang telah dilihatnya. Si Bapak mendengar sambil tersenyum puas sambil mata tuanya melirik susu di dalam mangkok yang hampir habis.
Menyadari lirikan si bapak ke arah mangkoknya, si pemuda berkata, "Maaf Pak, keasyikan menikmati indahnya rumah Bapak, susunya tumpah semua".
"Hahaha! Anak muda. Apa yang kita pelajari hari ini? Jika susu di mangkok itu utuh, maka rumahku yang indah tidak tampak olehmu. Jika rumahku terlihat indah di matamu, maka susunya tumpah semua. Sama seperti itulah kehidupan, harus seimbang. Seimbang menjaga agar susu tidak tumpah sekaligus rumah ini juga indah di matamu. Seimbang membagi waktu untuk pekerjaan dan keluarga. Semua kembali ke kita, bagaimana membagi dan memanfaatkannya. Jika kita mampu menyeimbangkan dengan bijak, maka pasti kehidupan kita akan harmonis".
Seketika itu si pemuda tersenyum gembira, "Terima kasih, Pak. Tidak diduga saya telah menemukan jawaban kegelisahan saya selama ini. Sekarang saya tahu, kenapa orang-orang menjuluki Bapak sebagai orang yang bijak dan baik hati".
==============================================
Dapat membuat kehidupan seimbang tentu akan mendatangkan keharmonisan dan kebahagiaan. Namun bisa membuat kehidupan menjadi seimbang, itulah yang tidak mudah.
Saya kira, kita membutuhkan proses pematangan pikiran dan mental. Butuh pengorbanan, perjuangan, dan pembelajaran terus menerus. Dan yang pasti, untuk menjaga supaya tetap bisa hidup seimbang dan harmonis, ini bukan urusan 1 atau 2 bulan, bukan masalah 5 tahun atau 10 tahun, tetapi kita butuh selama hidup. Selamat berjuang!
Sumber : andriewongso.com


Di Populerkan Oleh : Evan Bakung

Minggu, 05 Agustus 2012

BERFIKIR



     Pada hakikatnya kita senantiasa berfikir. Setiap sewaktu bekerja kita senantiasa berfikir mengenai pekerjaan kita. Kita berfikir mengenai cara meningkatkan prestasi kerja. Kita berfikir mengenai cara untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
       Selepas itu, kita berfikir pula mengenai cara mengekalkan prestasi yang baik. Akhirnya kita akan berfikir pula mengenai cara menghasilkan prestasi yang terbaik. Begitulah keadaan akal kita yang tidak pernah berhenti dari berfikir.
     Bagaimanapun, kita akan berfikir dengan lebih serius apabila berhadapan dengan masalah, misalnya ketika ditimpa musibah, ketika kesempitan uang, ketika sakit atau ketika kita hadapi kegagalan..
     Kita berfikir untuk mencari jalan penyelesaian. Lebih berat masalah yang kita hadapi, lebih besar juga usaha berfikir yang
dilakukan.
*****
     Dalam banyak waktu kita habiskan untuk berfikir seberapa banyak ada dalam fikiran kita mengenai hubungan kita dengan Pencipta? Bagaimana prestasi iman kita? Bagaimana jalan hidup yang sudah dan sedang serta yang akan kita lalui,adakah mengikut kehendak kita atau kehendak Pencipta?
      Seberapa sering berfikir untuk 'menyimak' batin kita,adakah di dalamnya jernih laksana titisan embun atau lakaran hitam yang kelabu dan berdebu dengan dosa? Bagaimana sholat kita, puasa kita, anak­ anak kita, suami atau isteri kita, sudahkah jelas kefahaman hamba Allah?
    Sudahkah tujuan kita selaras dengan kehendak Pencipta? Sudah layakkah kita memegang 'gelaran' khalifah Allah yang mempunyai tugas besar sebagai agen perubahan dalam masyarakat?


Sabtu, 04 Agustus 2012

Lagi-lagi Si Kancil

      Pada suatu pagi, kancil sedang berjalan-jalan di sebuah desa. samapi disuatu tempat, mendadak mata kancil tertumbuk pada sosok kera yang tengah nangkring diatas pohon mangga sambil menikmati buahnya.   
    Sepontan kancil berpikir : "Betapa nikmatnya buah mangga yang sudah matang itu. Tapi bagaimana caranya agar saya bisa ikut menikamtinya. Kalau saya minta baik-baik, tentu tak diberinya. Sebab saya tahu, di dunia ini tak ada binatang yang kikirnya melebihi si kera. baiklah, saya punya kala bagus ".
    "Hai monyet ! Bajingan kau ! beberapa hari ini saya cari, baru sekarang bertemu. Bangsat ! mana hutangmu ! Hayo cepat bayar!" tanya kancil. tetapi rupanya si kera hanya diam saja. Dia tetap asyik menikmati buah mangga yang matang-matang itu. "Sialan! kamu tuli ya! Turunlah kalau kau berani! akan saya cekik lehermu biar mampus! pencuri kau! akan saya pukul kepalamu dengan kepalaku yang keras seperti besi ini kalau kau berani turun !" tantang si kancil lagi. 
    Si kera yang semula diam saja, menjadi marah dicaci maka seperti itu. Seketika diambilnya beberapa buah mangga lalu menghindar seraya berkata: 
    "Tidak kena! habiskan pelurumu!" Si kera semakin kelap. Dilemparinya terus si kancil dengan mangga sehingga hampir habis. ketika tahu bahwa buah yang ada dipohon sudah mapir habis, si kancil segera menggelar sarungnya. lalu dikumpulaknnya mangga-mangga yang berserakan itu. Setelah penuh, dia terus berkata kepada kera : 
   "Saudara kera yang terhormat, terima kasih banyak saya ucapkan. saudara telah memberi mangga yang cukup banyak kepada saya. Tak lupa saya minta ma'af yang sebesar-besarnya atas kelakuan kasar sya tadi" "Sialan ! caci kera dengan marahnya... 

Rabu, 01 Agustus 2012

Rumah

     Suatu hari, Sephia bersama teman sekelasnya di Taman Kanak-kanak diminta oleh sang guru untuk membuat gambar keluarganya. setiap anak pun mulai menggambar. Setelah selesai, Gambar-gambar dikumpulkan dan dinilai.
       Hasilnya, Sephia mendapat pujian yang luar biasa. Gambar yang dibuatnya mendapat nilai tanda bintang serta sebatang coklat dari sang guru. betapa senangnya hati anak ini, gambarnya memperoleh apresiasi yang luar biasa dari gurunya. Begitu tiba dirumah, ia pun buru-buru menunjukan karya seninya kepada sang ibu.
      Malam harinya, Sephia menunggu dengan setia kepulangan ayahnya. begitu pintu diketuk dan namnya dipanggil, sephia langsung berteriak, "papa, Sephia punya gambar bagus tentang rumah sephia dan coklat lagi dari Ibu Guru!"sang ayah pun kaget, tetapi ikut senang dan mulai berdiskusi dengan anaknya untuk menayakan gambar apa saja yang dibuat.
      Mulailah Sephia bercerita, " Ini rumah kita Pa, ini mama, yang ini pohon, yang ini ada adik dan bibi, bagus kan ?"
    Si Ayah mulai mengerutkan dahi sambil bertanya kepada anaknya, "Lho, dalam gambar itu papanya mana?"
dengan enteng sephia menjawab, "Papa kan jarang di rumah"
*********
     Home sweet home, begitu pepatah populerkan bertutur, bahwa rumah adalah segala-galnya bagi sebuah keluarga. seindah-indahnya hotel, mes atau rumah orang, tetap lebih indah tinggal dirumah , diman berkumpul satu keluarga yang penuh dengan dengan kehangatan.persaingan bisnis dan tuntutan pekerjaan yang semakin tingi membuat sebagian orang memiliki waktu yang sangat sempit untuk dirumah dan berkumpul dengan keluarga. bahkan, tidak jarang banyak parapembisnis yang sudah diperbudak oleh pekerjaan sehingga melupakan rumah yang menjadi tempat berkumpulnya seluruh anggota keluarga. selain itu, makan bersama-sama dengan anggota keluarga sudah merupakan barang langka di tengah-tengah kesibukan pekerjaan yang sudah semakin meningkat.

By : Evan Bakung ( www.facebook.com/gudang kat-kata )

Selasa, 31 Juli 2012

KISAH WORTEL, TELUR DAN KOPI

Posted by ekojuli in motivasi dan outbond. 
Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api.

Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api.

Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, “Apa yang kau lihat, nak?”"Wortel, telur, dan kopi” jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras.

Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, “Apa arti semua ini, Ayah?”

Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi ‘kesulitan’ yang sama, melalui proses perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.

Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.

“Kamu termasuk yang mana?,” tanya ayahnya. “Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?” Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.”

“Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan maka hatimu menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?.”

“Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.”

“Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.”

Di Populerkan Oleh : Evan bakung

Sabtu, 28 Juli 2012

SIASAT BURUNG BANGAU

Seekor burung bangau yang zudah cukup tua, suatu hari nampak kelihatan sedih ditepi pematang tambak. lkan-ikan yang berada ditambak semula memang ketakutan. Tapi ketika merasa melihat bangau itu nampak bertambah sedih, maka se ekor ikan memberanikan diri untuk mendekat. Dan si bangau tersebut tetap diam saja. “Mbah bangau, kenapa kau diam saja dan selalu bersedih ?" tanya ikan itu. “Benar. Bagaimana saya tidak bersedih ? Saya mendengar berita yang cukup ngeri" jawab bangau. “Berita apa itu, mBah ?" tanya ikan. “Ssseeet jangan keras-keras omongnya. Nanti didengar oleh manusia”. “Ada apa sih ?" tanya ikan penasaran. “Baru saja saya mendengar dua orang manusia omong-omong, bahwa tambak yang kamu tempati ini segera akan dikuras airnya, diganti dengan air yang baru. Dan ikan-ikannya akan di jual kepasar. Saya merasa sangat sedih sekali mendengar berita itu, sampai saya tidak bisa tidur. Padahal, kalau berita tersebut benar, maka yang akan jadi korban adalah kamu sekalian" jawab bangau. "Lalu, bagaimana caranya supaya kami bisa selamat, Mbah ?" tanya ikan dengan nada khawatir. "Satu.satunya jalan kalian harus pindah,,jawab bangau. "Pindah kemana; Mbah ?" "Tentu saja pindah ketambak yang lain, yang airnya masih bersih. Sehingga tak perlu dikuras segala. Kebetulan disebelah sana, ada tempat buat kalian" jawab bangau. "Tapi bagaimana caranya, mBah ? Seandainya tempat yang mBah tunjukkan itu dekat, maka kami tinggal loncat saja,, kata ikan. "ltulah yang saya pikirkan. Dulu, ketika masih muda , paling tidak saya bisa membawa sepuluh ekor dari kalian ketempat yang cukup jauh sekalipun. Tapi setelah tua begini, saya tak bisa membawa yang sebanyak itu. Kalau terpaksa bawa satu-satu, tentu itu akan lama dan akan capai pula, karena harus mondar-mandir"' "Saya tahu itu, Mbah. TaPi tolonglah kami dengan cara apapun. Sebab siapa lagi yang bisa menolong kami dalam keadaan begini ?" pinta ikan memelas. "Baiklah, kalau itu maumu" jawabbangau. Tak ayat, pemindahan ikan-ikan itupun segera dilakukan satu persatu oleh bangau. Bukannya ke tambak lain seperti yang dikatakan, melainkan kebawah sebuah pohon. Disitulah ikan-ikan tidak berdaya. Lalu di santap semuanya oleh si bangau. Hanya tinggal duri-durinya saja. Masih belum puas. si bangau kembali ke tambak. Barangkali ada satu dua ikan yang masih tertingga!. Ternyata tidak ada. Hanya ada se ekor kepiting yang cukup besar. "Mbah, tolong saya juga ingin dipindahkan. Disini saya tak ada kawan" kata kepiting. "Tidah usah. Kamu kan bisa hiduP didarat" jawab bangau. "Tapi saya sudah tidak betah tinggal ditambak jahannam ini. Tolonglah saya, Mbah" pinta kepiting. "Tidak usah. Berbahaya membawa kamu. Soalnya badanmu keras begitu. Nanti bias jatuh" jawab bangau. "Saya tidak usah digigit. Biar saya saia yang pegangan pada leher Mbah. Mau kan,Mbah ? " kata kePiting meraiuk. Karena didesak terus, akhirnya si bangau mau Dan pada waktu kepiting akan diturunkan dibawah pohon tadi, tiba-tiba dia melihat duri-duri ikan berserakan di sana. Seketika timbul pikiran kepiting : "Wah,kalau begitu kawan-kawan saya itu telah ditipu oleh si bangau. Maka dari pada saya turut jadi korban, lebih baik akan saya bunuh dia senyampang ada kesempatan baik". Maka tanpa menunggu lama-lama, dicekik lah leher si bangau sehingga jatuh dan mati terkapar.